Sabtu, 06 Maret 2010

beasiswa uin suka

Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://www.sulsel.depag.go.id/file/dokumen/Pedomanprogramsantriberprestasi.doc.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.

PEDOMAN

PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI

KEMENTERIAN AGAMA RI

Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2004-2009 mencakup tiga aspek, yaitu: perluasan akses, peningkatan mutu, dan tata kelola pendidikan. Perluasan akses mengisyaratkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat di dunia pendidikan. Selain kontrol, kebijakan tentang peningkatan mutu juga merupakan upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan sehingga berjalan sesuai dengan rel tujuan yang dirumuskan (tidak asal-asalan).

Dan peningkatan tata kelola pendidikan merupakan upaya lanjutan bagi terus meningkatnya kualitas pendidikan Indonesia. Terkait dengan kebijakan pembangunan pendidikan di atas, pesantren dianggap berada dalam posisi yang sangat strategis, khususnya di tingkat perluasan akses. Kenapa demikian? Sejarah membuktikan bagaimana kebijakan pemerintah yang menuntut partisipasi yang bersifat massal berhasil dilakukan melalui gagasan “partisipasi” pesantren. Ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pesantren mempunyai posisi strategis dalam konteks pengembangan masyarakat (community development).

Posisi strategis pondok pesantren dalam optimalisasi kebijakan perluasan akses tersebut tidak terlepas dari beberapa kenyataan berikut: pertama, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai akar pengaruh yang kuat di masyarakat; kedua, pesantren mempunyai warga belajar yang menjadi objek program; ketiga, pesantren memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan sebagai tenaga pengajar dalam penyelenggaraan program; dan keempat, pesantren juga memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program.

Hal diatas sudah berjalan dan terbukti beberapa penyelenggaraan program pendidikan di pesantren berhasil meningkatkan angka partisipasi masyarakat. Namun demikian, akses yang diperluas perlu ditindaklanjuti dengan usaha untuk meningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, kesempatan memperoleh beasiswa untuk menempuh pendidikan tinggi akan memberikan pengaruh signifikan bagi peningkatan kualitas masyarakat pendidikan di lingkungan pesantren.

Fakta menunjukkan bahwa akses ke perguruan tinggi bagi santri berprestasi yang memiliki latar belakang ekonomi lemah masih sangat terbatas. Oleh sebab itu, Kementerian Agama RI, mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi.


Dasar Hukum

Pelaksanaan Program Beasiswa Santri Berprestasi Kementerian Agama RI didasarkan pada aturan perundang-undangan sebagai berikut :
Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen ke-4 tahun 2002) pasal 31 ayat 1-5.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat 1-5.
Naskah Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI dengan ITB, IPB, UGM, UNAIR, ITS, UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, IAIN Sunan Ampel, dan IAIN Walisongo.


Tujuan

Tujuan dan sasaran dari seleksi calon penerima Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) adalah menjaring santri terbaik di kelas III pada Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat di pondok pesantren yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi.

Persyaratan Santri Calon Penerima Beasiswa
Tercatat sebagai siswa/i kelas III Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat di pondok pesantren.
Berstatus sebagai santri aktif yang bermukim dan belajar/nyantri di pondok pesantren sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Pada saat mendaftar berumur tidak lebih dari 20 tahun, terhitung tanggal 13 Maret 2010.
Memiliki prestasi yang baik selama pendidikan 5 semester berturut-turut dengan nilai minimal 70 (skala 100) untuk tiap mata pelajaran:
Program IPA : Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris.
Program IPS : Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Program Bahasa : Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Antropologi, Sastra Indonesia dan Bahasa Asing lain.
Program Keagamaan : Bahasa Arab, Ilmu Hadist, Ilmu Tafsir, Fiqih, Bahasa Inggris.
Diajukan oleh Pimpinan Pondok Pesantren santri yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengajuan santri yang berminat studi ke UGM, UNAIR, UPI Bandung, UNRAM, UIN Jakarta, UIN Yogjakarta, IPB, ITS, IAIN Semarang, dan IAIN Surabaya satu pondok pesantren di pulau Jawa maksimal 10 (sepuluh) dan untuk pondok pesantren di luar Jawa maksimal 5 (lima) orang santri terbaiknya.
Pengajuan santri yang berminat studi ke ITB dan UIN Malang, satu pondok pesantren di pulau Jawa maksimal 5 (lima) dan untuk pondok pesantren di luar Jawa maksimal 3 (tiga) orang santri terbaiknya.
Dalam pengajuan santri tersebut pimpinan pondok pesantren diminta untuk mendahulukan santri berpotensi yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Sehat jasmani dan rohani, tidak mengidap penyakit kronis/menahun (seperti asma, jantung, kanker dan lain-lain yang dapat mengganggu proses belajar). Khusus peserta yang berminat studi ke Bidang Studi IPA/TEKNIK/KEAGAMAAN pada Program Studi Ilmu Falak dipersyaratkan Tidak Buta Warna. Setelah dinyatakan lolos seleksi, peserta wajib menyertakan Surat Keterangan Sehat dari dokter Rumah Sakit Pemerintah dan Untuk Keterangan Bebas Buta Warna, dengan Surat Keterangan tidak buta warna dari dokter spesialis mata.
Bersedia dikeluarkan dari pencalonan peserta PBSB atau sebagai peserta PBSB apabila terbukti menggunakan narkoba.
Bersedia dikeluarkan dari pencalonan peserta PBSB apabila tidak lulus dari Ujian Nasional.
Bersedia mengikuti program pembekalan dan peningkatan kualitas (kegiatan matrikulasi/pre-university/bridging programme/orientasi) yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI. Calon dinyatakan mengundurkan diri/gugur sebagai peserta PBSB apabila tidak mengikuti matrikulasi/orientasi.
Bersedia mengabdi di pondok pesantren sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun setelah selesai menyelesaikan studi, dibuktikan dengan perjanjian bermaterai antara calon mahasiswa dengan Kementerian Agama RI.
Belum pernah menikah dan bersedia tidak menikah selama masa studi dengan membuat surat pernyataan bermaterai.
Bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan yang ditujukan sebagai pembinaan, pengembangan diri, monitoring dan evaluasi Peserta PBSB.
Bagi peserta program yang ke IPB Bogor, ITS Surabaya, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bersedia tinggal di asrama selama tahun pertama, sedangkan bagi peserta program yang ke IAIN Walisongo, UIN Sunan Kalijaga, IAIN Sunan Ampel, dan UIN Maulana Malik Ibrahim wajib tinggal di Pondok Pesantren/asrama yang ditunjuk selama pendidikan.
Untuk peserta yang mendaftar ke Perguruan Tinggi selain di atas, sejak tahun pertama sedapat mungkin tinggal di pondok pesantren yang terdekat dengan kampus.
Bagi peserta yang dinyatakan lulus dan kemudian mengundurkan diri, pondok pesantren akan diberikan surat teguran, dan kemungkinan tidak diperkenankan mengirimkan santrinya untuk mengikuti seleksi calon peserta PBSB pada tahun berikutnya.
Santri yang berminat untuk studi pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, selain memenuhi ketentuan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Hafidz (Hafal) Al-Qur’an minimal 10 Juz, dan wajib mengupayakan serta mempertahankan Hafidz Al-Qur’an 30 Juz pada saat menyelesaikan studi pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hafidz Al-Qur’an 30 Juz merupakan persyaratan kelulusan program S1 peserta PBSB pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Bagi santri yang berasal dari sekolah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Pendidikan Diniyah Ulya/Muadalah, dan Kesetaraan Paket C pada Pondok Pesantren:
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

Bagi calon peserta seleksi PBSB yang berasal dari SMK dianjurkan untuk mengambil pilihan studi yang sesuai dengan kelompok keahlian dan jurusan.
Pendidikan Diniyah Ulya/Muadalah
Yang dimaksud Pendidikan Diniyah Ulya/Muadalah adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dan diakui oleh Kementerian Agama RI.
Calon peserta seleksi yang berasal dari Pendidikan Diniyah Ulya/Muadalah dapat mengikuti seleksi pada program studi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, Akhwal As-Syahsiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan Tafsir Hadist UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta.
Kesetaraan Paket C pada Pondok Pesantren

Calon peserta seleksi yang berasal dari Kesetaraan Paket C pada Pondok Pesantren dapat mengikuti seleksi pada pilihan program studi:
Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, Akhwal As-Syahsiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan Tafsir Hadist UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta.
MIPA, Sosial, dan Humaniora pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (bagi santri paket C yang Tahfidz Qur’an minimal 10 juz).
Calon peserta PBSB yang berminat studi di IITB Bandung, diminta mengikuti test seleksi secara mandiri melalui USM-ITB (Ujian Saringan Masuk ITB) sesuai dengan mekanisme, jadwal, dan tempat menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh ITB Bandung. Untuk informasi lebih lanjut dapat dilihat di http://usm.itb.ac.id

Pilihan dan Alokasi
Peserta seleksi yang berasal dari satuan pendidikan umum (SMA dan SMK), tidak diperkenankan memilih program studi islamic studies (IAIN Sunan Ampel Surabaya, IAIN Walisongo Semarang, dan UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta).
Peserta seleksi yang berminat studi di bidang islamic studies dapat memilih perguruan tinggi yang berbeda sebagai pilihan pertama dan kedua.
Peserta seleksi yang berasal dari jurusan IPA pada Madarasah Aliyah (MA) berhak memilih pada seluruh program studi/jurusan/mayor yang ditawarkan.
Peserta seleksi yang berasal dari jurusan IPA pada Sekolah Menengah Atas (SMA) berhak memilih program studi/jurusan/mayor yang ditawarkan, kecuali program islamic studies.
Peserta seleksi yang berasal dari kelompok keahlian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) pemilihan program studi/jurusan/mayor diminta agar paralel (disesuaikan) dengan kelompok keahlian masing-masing. Khusus untuk peserta seleksi yang berasal dari MAK dapat memilih program studi/jurusan/mayor islamic studies.
Peserta diberi kesempatan untuk memilih 2 (dua) program studi/jurusan/mayor dalam satu perguruan tinggi yang sama dengan ketentuan harus paralel/konsisten dengan program yang diminati (contoh: peserta seleksi memilih program studi teknik kimia (program IPA) sebagai pilihan pertama, maka pilihan keduanya tidak diperkenankan memilih program studi Sastra Inggris (program IPS) sebagai pilihan kedua).
Peserta seleksi yang berasal dari Pendidikan Diniyah Ulya/Muadalah dan Kesetaraan Paket C pada Pondok Pesantren berhak memilih program studi islamic studies dan program studi Non Eksakta pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sebelum menentukan pilihan perguruan tinggi yang diminati, peserta seleksi diminta untuk mencermati peluang terbesar untuk diterima dengan melihat alokasi peserta dan sebaran peminat perguruan tinggi tahun sebelumnya.


Bimbingan Akademik

Pada tanggal 9 – 12 Maret 2010, sebelum pelaksanaan tes/seleksi, terlebih dahulu diadakan Bimbingan Belajar dari Lembaga Pendidikan Ganesha Operation (GO) Jambi untuk para peserta agar mendapat gambaran dan membuka wawasannya tentang mata pelajaran yang akan dites dengan jadwal sebagai berikut :
Sebelum Pelaksanaan Tes/Seleksi peserta akan diadakan Bimbingan Belajar dari Lembaga Pendidikan di Provinsi Jambi yaitu :
Hari/tanggal : Selasa s.d. Jum’at / 9 s.d. 12 Maret 2010.
Tempat : PSBB MAN Model Jambi.

Check In Peserta :
Hari/tanggal : Selasa 9 Maret 2010.
Tempat : PSBB MAN Model Jambi.




Materi Test/Seleksi

Calon peserta yang memenuhi syarat akan diberi kesempatan berkompetisi melalui test tertulis. Materi test tertulis meliputi :
Test Bakat Skolastik (TBS) atau Test Potensi Akademik.
Test Kemampuan Akademik mencakup Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi terpadu.
Test Kemampuan Bahasa Inggris.
Test Kepesantrenan (penguasaan kitab kuning), khusus untuk Perguruan Tinggi Umum.
Test Bahasa Arab dan wawasan keislaman khusus untuk IAIN.


Waktu dan Tempat Seleksi
Kegiatan seleksi dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2010 di Kantor Wilayah Kementerian Agama yang telah ditunjuk oleh Kementerian Agama RI.
Jadwal seleksi calon peserta PBSB adalah sebagai berikut:

Hari Pertama, 13 Maret 2010

07.00 - 07.30 Persiapan tes/absensi dll.

07.30 - 09.30 Test Bakat Skolastik

09.30 - 09.45 Persiapan tes berikut

09.45 - 12.15 Test Kemampuan Akademik

12.15 - 13.30 Istirahat

13.30 - 14.30 Test Bahasa Inggris

14.30 - 14.45 Persiapan tes berikut

14.45 - 15.45 Test Kepesantrenan (untuk peserta dengan pilihan program studi umum).

Test Bahasa Arab (untuk peserta dengan pilihan program studi keagamaan/IAIN Walisongo Semarang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan UIN Sunan kalijaga Yogjakarta).

Hari Kedua

08.00 - selesai Wawancara (khusus untuk peserta yang memilih studi di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
Khusus untuk ITB, waktu seleksi tahap II yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI. akan diberitahukan menyusul.
Lokasi seleksi ditetapkan pada 29 (dua puluh sembilan) Kantor Wilayah Kementerian Agama pada provinsi yang ditunjuk :

- Provinsi NAD

- Provinsi Sumatera Utara

- Provinsi Sumatera Barat

- Provinsi Riau

- Provinsi Kepulauan Riau

- Provinsi Bengkulu

- Provinsi Jambi

- Provinsi Sumatera Selatan

- Provinsi Bangka Belitung

- Provinsi Lampung

- Provinsi DKI Jakarta

- Provinsi Banten

- Provinsi Jawa Barat

- Provinsi Jawa Tengah

- Provinsi DI. Yogyakarta

- Provinsi Jawa Timur

- Provinsi Kalimantan Selatan

- Provinsi Kalimantan Timur

- Provinsi Kalimantan Tengah

- Provinsi Kalimantan Barat.

- Provinsi Sulawesi Selatan

- Provinsi Sulawesi Tengah

- Provinsi Sulawesi Tenggara

- Provinsi Gorontalo

- Provinsi Sulawesi Utara.

- Provinsi Bali

- Provinsi Papua

- Provinsi Maluku Utara

- Provinsi NTB
Untuk peserta yang memilih pilihan studi pada UIN Maulana Malik Ibrahim, seleksi dilaksanakan pada 6 (enam) Kantor Wilayah Kementerian Agama yang ditunjuk :

- Provinsi Sumatera Selatan

- Provinsi Jawa Barat

- Provinsi Jawa Tengah

- Provinsi Jawa Timur

- Provinsi Kalimantan Selatan

- Provinsi Sulawesi Selatan
Peserta test/seleksi harus mengenakan pakaian rapi dan sopan.
Hasil seleksi akan diumumkan pada tanggal 11 Mei 2010.


Perguruan Tinggi Pilihan

Perguruan Tinggi yang dapat dipilih dan diikuti adalah sebagai berikut :
Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Prodi Teknik Mesin
Fakultas Teknologi Industri (FTI).
Prodi Teknik Industri
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI).
Prodi Teknik Informatika
Prodi Teknik Elektro
Sekolah Farmasi.
Prodi Sains dan Teknologi Farmasi

Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor


Bidang Keahlian Utama (Major) di IPB Program S1 yang dapat dipilih adalah :
Manajemen Sumber Daya Lahan
Agronomi dan Hortikultura
Proteksi Tanaman
Arsitektur Lanskap
Kedokteran Hewan
Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Teknologi Hasil Perairan
Teknologi Produksi Ternak
Nutrisi dan Teknologi Pakan
Teknologi Hasil Hutan
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Teknik Pertanian
Teknologi Pangan
Teknologi Industri Pertanian
Statistika
Meteorologi Terapan
Agribisnis
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Ilmu Gizi
Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


Fakultas dan jurusan/Program studi yang dapat dipilih adalah Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat pada :
Program Studi Pendidikan Dokter
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Program Studi Farmasi
Program Studi Keperawatan

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya


Fakultas dan jurusan yang dapat dipilih meliputi :
Fakultas MIPA :
Jurusan Fisika
Jurusan Matematika
Jurusan Kimia
Jurusan Biologi
Jurusan Statistika
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan :
Jurusan Teknik Lingkungan
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknologi Industri :
Jurusan Teknik Mesin
Jurusan Teknik Elektro
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi Informasi :
Jurusan Teknik Informatika
Jurusan Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Kelautan :
Jurusan Teknik Perkapalan
Jurusan Teknik Kelautan

Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta


Fakultas dan jurusan yang dapat dipilih meliputi :
Fakultas Farmasi :
Prodi Farmasi
Fakultas Geografi :
Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh
Prodi Pembangunan Wilayah
Fakultas Kedokteran :
Prodi Pendidikan Dokter
Prodi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Gigi :
Prodi Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas Kedokteran Hewan :
Prodi Kedokteran Hewan
Fakultas MIPA :
Prodi Kimia
Prodi Fisika
Prodi Statistika
Prodi Ilmu Komputer
Prodi Elektronika dan Instrumentasi
Fakultas Pertanian :
Prodi Agronomi
Prodi Pemuliaan Tanaman
Prodi Budidaya Perikanan
Prodi Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis
Fakultas Peternakan :
Prodi Ilmu dan Industri Peternakan
Fakultas Kehutanan :
Prodi Kehutanan
Fakultas Teknik :
Prodi Teknik Elektro
Prodi Fisika Teknik
Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika
Prodi Teknik Kimia
Prodi Teknik Industri
Prodi Teknik Mesin
Prodi Teknik Sipil dan Lingkungan
Fakultas Teknologi Pertanian :
Prodi Teknik Pertanian
Prodi Teknologi Industri Pertanian
Prodi Teknologi Pangan dan Hasil Pangan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis :
Prodi Ilmu Ekonomi
Prodi Akuntansi
Fakultas Hukum :
Prodi Ilmu Hukum
Fakultas Ilmu Sosial Politik :
Prodi Ilmu Administrasi Negara
Prodi Ilmu Hubungan International
Prodi Ilmu Komunikasi
Prodi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Psikologi :
Prodi Psikologi
Fakultas Ilmu Budaya :
Prodi Sastra Inggris

Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya

Fakultas Kedokteran
Pendidikan Dokter
Pendidikan Bidan
Fakultas Kedokteran Gigi
Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas Farmasi
Farmasi
Fakultas Kedokteran Hewan
Kedokteran Hewan
Fakultas Sains dan Teknologi
Matematika
Biologi
Fisika
Kimia
Teknobiomedik
Ilmu dan Teknologi Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat
Fakultas Keperawatan
Ilmu Keperawatan
Fakultas Hukum
Ilmu Hukum

Fakultas Ekonomi
Akuntansi
Ekonomi Pembangunan
Ekonomi Syariah
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Ilmu Komunikasi
Ilmu Administrasi Negara
Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Psikologi
Psikologi
Fakultas Ilmu Budaya
Sastra Inggris

Universitas Mataram


Fakultas yang ditawarkan adalah Fakultas Kedokteran dengan Program Studi Pendidikan Dokter.
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Matematika
Fisika
Kimia
Biologi
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Bahasa Inggris

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya


Fakultas yang ditawarkan adalah Fakultas Syariah Jurusan Al-Ihwal Asy-Syakhsiyyah dan dapat diikuti oleh calon peserta yang berasal dari MA (semua program).
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta


Fakultas yang ditawarkan adalah Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis dan dapat diikuti oleh calon peserta yang berasal dari MA (semua program).
Institus Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang

Fakultas yang ditawarkan adalah Fakultas Syariah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah dan Konsentrasi Ilmu Falak dan dapat diikuti oleh calon peserta yang berasal dari MA (semua program).
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang


Fakultas yang ditawarkan adalah Fakultas Sains dan Teknologi dengan Program Studi
Biologi
Kimia
Fisika
Teknik Informatika
Teknik Arsitektur




Komponen Beasiswa
Biaya seleksi (kecuali seleksi bagi calon peserta yang mendaftar ke ITB) ditanggung oleh Kementerian Agama RI. Komponen pembiayaan lainnya (transportasi, akomodasi, konsumsi selama tes, dan peralatan tulis) menjadi tanggungan satuan pendidikan/pondok pesantren pengirim atau orang tua/wali yang bersangkutan.
Selama mengikuti matrikulasi/orientasi/bridging program, Kementerian Agama RI akan menanggung komponen pembiayaan pendidikan, akomodasi, konsumsi, uang saku, dan biaya penggantian transport dari daerah ke perguruan tinggi.
Biaya pendidikan peserta PBSB menjadi tanggung jawab Kementerian Agama RI.

Adapun komponen pembiayaan tersebut terdiri dari :
Biaya Pendidikan (SPP).
Sumbangan Dana Pengembangan Akademik (SDPA)/Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau bentuk Dana Pengembangan Program lainnya.
Bantuan Biaya hidup (living cost). Besarnya bantuan biaya hidup per bulan akan disesuaikan dengan kemampuan anggaran Kementerian Agama RI.
Biaya selain pada komponen a, b dan c menjadi tanggung jawab orang tua/wali. Biaya yang ditanggung oleh peserta/orangtua meliputi:
UGM Yogjakarta
Biaya pendaftaran Rp. 350.000,-
Perlengkapan mahasiswa baru Rp. 310.000,-
IPB Bogor
Biaya Pendaftaran Ulang Rp. 400.000,-
Biaya Deposit Asrama Rp. 100.000,-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Biaya pendaftaran Rp. 300.000,-
ITS Surabaya
Biaya pendaftaran Rp. 150.000,-
UNAIR Surabaya
Biaya pendaftaran Rp. 300.000,-
Registrasi dan lain-lain Rp. 540.000,-
UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta
Biaya Pendaftaran Ulang Rp. 200.000,-
Biaya Orientasi Rp. 300.000,-
IAIN Walisongo Semarang
Biaya Pendaftaran Ulang Rp. 200.000,-
Biaya Orientasi Rp. 300.000,-
IAIN Sunan Ampel Surabaya
Biaya Pendaftaran Ulang Rp. 200.000,-
Biaya Orientasi Rp. 300.000,-
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Biaya pendaftaran Rp. 300.000,-
UNRAM (Universitas Mataram)
Biaya pendaftaran Rp. 200.000,-
Biaya Orientasi Rp. 300.000,-
UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung
Biaya pendaftaran Rp. 300.000,-
Biaya Pembuatan KTM Rp. 60.000,-
ITB Bandung

Biaya yang ditanggung oleh orang tua/wali akan diinformasi lebih lanjut.


Lain-lain

Hal-hal lain yang belum tercantum pada panduan ini akan disempurnakan dan diinformasikan kemudian, dan dapat dikonfirmasikan langsung ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi Cq. Bidang Pekapontren.


an. Kepala

Kabid Pekapontren




Drs. H. Muhamad, M.Pd.I

NIP: 19621029 198703 1 001.

Selasa, 11 Agustus 2009

KONVENSI INTERNASIONAL
PEMBERANTASAN PEMBOMAN OLEH TERORIS, 1997


Negara-negara Pihak pada Konvensi ini,

Mengingat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan peningkatan hubungan bertetangga baik dan bersahabat dan kerjasama di antara Negara-negara,

Memperhatikan dengan seksama atas meningkatnya tindakan-tindakan terorisme yang mendunia dalam segala bentuk dan manifestasinya,

Mengingat Deklarasi mengenai Peringatan ke Limapuluh Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 24 Oktober 1995,

Mengingat pula Deklarasi tentang Upaya-upaya untuk Menghapuskan Terorisme Internasional, yang terlampir pada resolusi Majelis Umum 49/60 tanggal 9 Desember 1994, yang mana, antara lain, "Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa menegaskan kecaman mereka secara sungguh-sungguh pada seluruh tindakan, metode dan praktek-praktek terorisme sebagai kejahatan dan tidak dapat dibenarkan, di mana pun dan oleh siapa pun dilakukan, termasuk yang merusak hubungan bersahabat di antara Negara-negara dan rakyat dan mengancam intregritas teritorial dan keamanan Negara-negara",

Mencatat bahwa Deklarasi tersebut juga mendorong Negara-negara "untuk meninjau dengan segera ruang lingkup ketentuan-ketentuan hukum internasional yang ada mengenai pencegahan, penindasan dan penghapusan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dengan tujuan menjamin terdapatnya suatu kerangka hukum yang komprehensif yang mencakup segala aspek permasalahannya",

Mengingat resolusi Majelis Umum 51/210 tanggal 17 Desember 1996 dan Deklarasi pada Suplemen Deklarasi 1994 tentang Upaya-upaya untuk Menghapuskan Terorisme Internasional yang terlampir di dalamnya,

Mencatat bahwa serangan teroris dengan cara peledakan atau senjata mematikan lainnya penyebarannya telah meningkat,

Mencatat pula ketentuan-ketentuan hukum multilateral tidak secara cukup mengatur mengenai serangan-serangan tersebut,

Meyakini kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan kerjasama internasional di antara Negera-negara dalam merencanakan dan menerima upaya-upaya efektif dan praktis bagi pencegahan aksi-aksi terorisme, dan bagi penyidikan dan penghukuman para pelakunya,

Mempertimbangkan bahwa terjadinya tindakan-tindakan tersebut menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi masyarakat internasional secara keseluruhan,

Mencatat bahwa kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata Negara-negara diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum internasional di luar kerangka Konvensi ini dan tidak diaturnya aksi-aksi tertentu dalam ruang lingkup Konvensi ini tidak menghalangi atau membuat tindakan-tindakan yang sah menjadi tidak sah, atau menghalangi penyidikan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya,

Telah menyetujui sebagai berikut:

Pasal 1

Untuk tujuan Konvensi ini:
1. "Fasilitas Negara atau pemerintah" meliputi setiap fasilitas tetap atau sementara atau kendaraan yang digunakan atau ditempati oleh perwakilan suatu Negara, anggota Pemerintah, badan legislatif atau yudikatif atau oleh karyawan atau pejabat-pejabat suatu Negara atau setiap otoritas atau badan publik lainnya atau karyawan atau pejabat-pejabat suatu organisasi antar pemerintahan yang berhubungan dengan tugas-tugas resminya.
2. "Fasilitas infrastruktur" berarti setiap fasilitas yang dimiliki secara umum atau pribadi yang menyediakan atau menyalurkan pelayanan untuk kepentingan umum, seperti air, pembuangan limbah rumah tangga, listrik, bahan bakar atau komunikasi.

3. "Bahan peledak atau senjata mematikan" antara lain:
a. Suatu bahan peledak atau senjata pembakar yang dirancang, atau memiliki kemampuan, untuk menyebabkan kematian, luka-luka tubuh yang serius atau perusakan materi secara besar; atau
b. Senjata atau alat yang dirancang, atau memiliki kemampuan, untuk menyebabkan kematian, luka-luka tubuh yang serius atau perusakan materi secara besar melalui pelepasan, penyebaran atau dampak dari bahan kimia beracun, bahan-bahan biologis atau racun-racun atau bahan-bahan sejenis atau radiasi atau bahan-bahan radio aktif.
4. "Angkatan Bersenjata suatu Negara" berarti angkatan bersenjata suatu negara yang diorganisir, dilatih dan dilengkapi berdasarkan peraturan perundangan nasional untuk tujuan utama pertahanan dan keamanan nasional, dan orang-orang yang bertindak dalam mendukung angkatan bersenjata yang berada di bawah komando, pengawasan, dan tanggung jawab resmi.
5. "Tempat umum" berarti bagian-bagian dari gedung, tanah, jalan, saluran air atau tempat lainnya yang dapat dijangkau atau terbuka untuk anggota masyarakat, baik secara berkelanjutan, periodik, kadang-kadang, dan mencakup setiap tempat komersial, usaha, kebudayaan, sejarah, pendidikan, keagamaan, pemerintahan, hiburan, rekreasi atau tempat-tempat sejenis yang dapat dijangkau atau terbuka untuk umum.
6. "Sistem transportasi publik" berarti seluruh fasilitas, kendaraan dan peralatan-peralatan, baik yang dimiliki secara publik atau privat, yang digunakan atau untuk penyediaan pelayanan-pelayanan umum yang digunakan untuk transportasi orang atau barang.


Pasal 2
1. Setiap orang melakukan kejahatan dalam pengertian Konvensi ini jika orang tersebut secara melawan hukum dan secara sengaja mengirimkan, menempatkan, melepaskan atau meledakkan suatu bahan peledak atau alat mematikan lainnya di, ke dalam atau terhadap suatu tempat umum, fasilitas Negara atau pemerintah, suatu sistem transportasi masyarakat atau suatu fasilitas infrastruktur:
a. Dengan sengaja menyebabkan kematian atau luka-luka serius; atau
b. Dengan sengaja menyebabkan kehancuran suatu tempat, fasilitas atau sistem, di mana kehancuran tersebut mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan kerugian ekonomi secara besar.
2. Setiap orang juga melakukan suatu kejahatan jika orang tersebut mencoba untuk melakukan kejahatan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 1 dari Pasal ini.

3. Setiap orang juga melakukan kejahatan jika orang tersebut:
a. Berpartisipasi sebagai kaki tangan dalam suatu kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 2 dari Pasal ini; atau
b. Mengorganisir atau menggerakkan orang-orang lain untuk melakukan suatu kejahatan yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 2 dari Pasal ini; atau
c. Dengan cara lain, memberikan konstribusi terhadap terjadinya satu atau lebih kejahatan seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 atau 2 dari Pasal ini yang dilakukan sekelompok orang yang bertindak dengan tujuan yang sama; kontribusi semacam itu haruslah merupakan kesengajaan dan dilakukan baik dengan tujuan untuk melanjutkan tindakan kriminal biasa atau maksud dari kelompok atau dilakukan dengan sepengetahuan atas kesengajaan dari kelompok untuk melakukan kejahatan tersebut.


Pasal 3

Konvensi ini tidak berlaku bilamana kejahatan dilakukan dalam satu Negara tersendiri, tersangka pelaku dan korban adalah warganegara dari Negara tersebut, pelaku tersangka ditemukan berada dalam wilayah Negara tersebut dan tidak ada Negara lain yang memiliki dasar sesuai Pasal 6 ayat 1 atau ayat 2, dari Konvensi ini untuk menerapkan yurisdiksi, kecuali bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 10 hingga 15, bila tepat, diberlakukan dalam kasus-kasus tersebut.

Pasal 4

Setiap Negara Pihak wajib mengambil upaya-upaya yang dianggap perlu:
a. Untuk menetapkan sebagai kejahatan-kejahatan kriminal berdasarkan hukum nasionalnya atas kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam Pasal 2 dari Konvensi ini;
b. Untuk menjadikan kejahatan-kejahatan tersebut dapat dihukum dengan hukuman-hukuman yang pantas dengan memperhatikan sifat beratnya kejahatan tersebut.


Pasal 5

Setiap Negara Pihak wajib mengambil upaya-upaya yang mungkin perlu, termasuk, apabila diperlukan, mengesahkan peraturan perundangan nasional, untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan kejahatan dalam ruang lingkup Konvensi ini tidak termasuk hal-hal yang dapat dibenarkan dengan pertimbangan politis, filosofis, ideologis, ras, etnis, agama atau hal-hal lain yang sifatnya sama dan dijatuhi hukuman yang sesuai dengan beratnya kejahatan.

Pasal 6
1. Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang mungkin perlu untuk memberlakukan yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, apabila:
a. Kejahatan tersebut dilakukan di dalam wilayah Negara yang bersangkutan;
b. Kejahatan tersebut dilakukan di atas pesawat terbang berbendera Negara yang bersangkutan atau pesawat terbang terdaftar berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara yang bersangkutan pada saat kejahatan tersebut dilakukan;
c. Perbuatan tersebut dilakukan oleh warganegara dari Negara yang bersangkutan.
2. Suatu Negara Pihak juga dapat membentuk yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan jika:
a. Kejahatan tersebut dilakukan terhadap warga negara dari Negara tersebut;
b. Kejahatan tersebut dilakukan terhadap fasilitas Negara atau pemerintah Negara tersebut di luar negeri, termasuk perwakilan diplomatik atau konsuler Negara yang bersangkutan;
c. Kejahatan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kewarganegaraan yang biasa bertempat tinggal di dalam wilayah Negara yang bersangkutan;
d. Kejahatan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memaksa Negara yang bersangkutan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan;
e. Kejahatan tersebut dilakukan di atas pesawat yang dioperasikan oleh Pemerintah Negara yang bersangkutan.
3. Pada saat pengesahan, penerimaan, persetujuan, atau aksesi Konvensi ini, setiap Negara Pihak wajib memberitahukan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai yurisdiksi yang telah diberlakukan Negara tersebut sesuai dengan ayat 2 dari Pasal ini. Jika kemudian ada perubahan, Negara Pihak yang bersangkutan wajib dengan segera memberitahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
4. Setiap Negara Pihak juga wajib mengambil tindakan-tindakan bilamana perlu untuk memberlakukan yurisdiksinya atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dalam hal apabila tersangka pelaku berada di dalam wilayahnya dan Negara tersebut tidak mengekstradisi orang tersebut kepada Negara Pihak lainnya yang telah memberlakukan yurisdiksinya sesuai dengan ayat 1 atau 2.
5. Konvensi ini tidak mengesampingkan penerapan setiap yurisdiksi kejahatan yang diberlakukan oleh suatu Negara Pihak sesuai dengan hukum nasionalnya.


Pasal 7
1. Setelah menerima informasi bahwa seseorang yang telah melakukan atau yang diduga telah melakukan suatu kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 yang mungkin berada di dalam wilayahnya, Negara Pihak yang bersangkutan wajib mengambil tindakan-tindakan yang mungkin perlu berdasarkan hukum nasionalnya untuk menyelidiki fakta-fakta yang terdapat dalam informasi tersebut.
2. Setelah bukti-bukti penahan telah cukup, Negara Pihak di mana pelaku kejahatan atau tersangka berada di dalam wilayahnya wajib mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan hukum nasionalnya untuk menjaga keberadaan orang tersebut untuk tujuan penuntutan atau ekstradisi.
3. Setiap orang yang dikenakan dengan tindakan-tindakan yang merujuk pada ayat 2 dari Pasal ini berhak untuk:
a. Melakukan komunikasi tanpa penundaan dengan perwakilan Negaranya yang terdekat yang orang tersebut adalah warga negaranya atau dengan cara lain berkewajiban untuk melindungi hak-hak orang tersebut atau, jika orang tersebut tidak berkewarganegaraan, Negara di wilayah di mana orang tersebut biasa bertempat tinggal;
b. Dikunjungi oleh perwakilan dari Negara tersebut;
c. Diberitahukan hak-hak orang tersebut berdasarkan sub-ayat (a) dan (b).
4. Hak-hak yang mengacu pada ayat 3 dari Pasal ini wajib diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Negara di wilayah di mana pelaku kejahatan atau tersangka pelaku kejahatan berada, tunduk pada ketentuan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat mendukung secara penuh tujuan-tujuan sebagaimana dimaksudkan dari pemberian hak-hak dalam ayat 3.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 3 dan 4 haruslah tanpa merugikan hak setiap Negara Pihak yang memiliki klaim yurisdiksinya sesuai dengan Pasal 6, sub-ayat 1 (c), atau 2 (c), untuk mengundang Komite Palang Merah Internasional untuk berkomunikasi dengan dan mengunjungi tersangka pelaku kejahatan.
6. Apabila suatu Negara Pihak sesuai dengan Pasal ini, telah menahan seseorang, Negara tersebut wajib segera memberitahukan, secara langsung atau melalui Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepada Negara-negara Pihak yang telah memberlakukan yurisdiksi sesuai dengan Pasal 6, ayat 1 dan 2, dan, jika dipandang perlu, kepada setiap Negara-negara Pihak lain yang berkepentingan, tentang fakta bahwa orang tersebut berada dalam penahanan dan keadaan-keadaan lain yang menjamin penahanan orang tersebut. Negara yang melakukan penyelidikan seperti yang dimaksudkan pada ayat 1 Pasal ini wajib dengan segera menginformasikan Negara-negara Pihak dimaksud mengenai hasil penemuan-penemuan dan wajib mengindikasikan bahwa Negara tersebut hendak memberlakukan yurisdiksinya.


Pasal 8
1. Negara Pihak di wilayah di mana tersangka pelaku berada, dalam kasus-kasus di mana Pasal 6 berlaku, jika Negara itu tidak mengekstradisi orang tersebut, diwajibkan, tanpa pengecualian apapun dan apakah kejahatan tersebut dilakukan baik di dalam maupun di luar wilayahnya, untuk mengajukan kasus tersebut tanpa penundaan kepada pihak-pihak yang berwenang dengan tujuan penuntutan, melalui proses pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Negara tersebut. Pihak-pihak yang berwenang tersebut wajib mengambil keputusan mereka dengan cara yang sama sebagaimana setiap kasus kejahatan berat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Negara tersebut.
2. Bilamana suatu Negara Pihak diperbolehkan berdasarkan hukum nasionalnya untuk mengekstradisi atau menyerahkan salah seorang warga negaranya hanya dengan syarat bahwa orang tersebut akan dikembalikan kepada Negara tersebut untuk menjalani hukuman yang dijatuhkan sebagai hasil dari persidangan atau proses pengadilan di mana orang itu dimintai untuk diekstradisi atau diserahkan, dan Negara ini dan Negara yang meminta ekstradisi orang tersebut setuju dengan pilihan ini dan pengaturan lain yang dapat dianggap tepat, maka ekstradisi atau penyerahan bersyarat tersebut cukup untuk membebaskan kewajiban seperti yang ditetapkan dalam ayat 1 dari Pasal ini.


Pasal 9
1. Kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dianggap termasuk sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang ada di antara setiap Negara-negara Pihak sebelum berlakunya Konvensi ini. Negara-negara Pihak mengupayakan untuk memasukkan kejahatan-kejahatan tersebut sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang kemudian disepakati di antara Negara-negara tersebut.
2. Apabila suatu Negara Pihak yang melakukan ekstradisi dengan syarat adanya suatu perjanjian menerima permintaan ekstradisi dari Negara Pihak lainnya di mana Negara itu tidak memiliki perjanjian ekstradisi, Negara Pihak yang yang dimintakan ekstradisi tersebut, atas pilihannya sendiri, dapat mempertimbangkan Konvensi ini sebagai dasar hukum untuk ekstradisi berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2.
Ekstradisi akan tunduk pada persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Negara yang dimintakan ekstradisi.
3. Negara-negara Pihak yang tidak melakukan ekstradisi dengan syarat adanya suatu perjanjian akan mengakui kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 sebagai kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi di antara Negara-negara tersebut, tunduk pada persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Negara yang dimintakan ekstradisi.
4. Jika diperlukan, kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 akan diberlakukan, bagi tujuan ekstradisi antara Negara-negara Pihak, seolah-olah kejahatan tersebut dilakukan tidak hanya di lokasi di mana kejahatan itu terjadi tetapi juga dalam wilayah Negara yang telah memberlakukan yurisdiksi sesuai dengan Pasal 6, ayat 1 dan 2.
5. Ketentuan-ketentuan dari semua perjanjian ekstradisi dan pengaturan-pengaturan antara Negara-negara Pihak berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 akan dipertimbangkan untuk disesuaikan di antara Negara-negara Pihak apabila ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan Konvensi ini.


Pasal 10
1. Negara-Negara Pihak wajib mengupayakan satu sama lain bantuan sebesar-besarnya dalam hubungannya dengan penyelidikanpenyelidikan pidana atau proses pengadilan pidana atau ekstradisi berkenaan dengan kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2, termasuk bantuan dalam memperoleh bukti yang dimiliki mereka yang diperlukan untuk proses pengadilannya.
2. Negara-Negara Pihak wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan ayat 1 dari Pasal ini sesuai dengan perjanjian-perjanjian atau pengaturan-pengaturan lain dalam hal bantuan hukum timbal balik yang mungkin ada di antara mereka. Dalam hal tidak terdapat perjanjian-perjanjian atau pengaturan-pengaturan tersebut, Negara-negara Pihak wajib mengupayakan satu sama lain bantuan sesuai dengan hukum nasionalnya.


Pasal 11

Tidak ada dari kejahatan-kejahatan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 2 akan dinyatakan untuk maksud-maksud ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik sebagai suatu kejahatan politik atau sebagai kejahatan yang diilhami motif-motif politik. Dengan demikian, suatu permintaan ekstradisi atau untuk bantuan hukum timbal balik yang didasarkan pada kejahatan tersebut tidak dapat ditolak atas dasar semata-mata bahwa hal tersebut menyangkut suatu kejahatan politik atau kejahatan yang berhubungan dengan suatu kejahatan politik atau suatu kejahatan yang diilhami oleh motif-motif politik.

Pasal 12

Tidak ada dalam konvensi ini yang diinterpretasikan sebagai penetapan kewajiban untuk mengekstradisi atau untuk mengupayakan bantuan hukum timbal balik, jika Negara Pihak yang diminta memiliki alasan-alasan mendasar untuk meyakini bahwa permohonan ekstradisi atas kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 atau bantuan hukum timbal balik yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan untuk maksud menuntut atau menghukum seseorang berdasarkan ras, agama, kebangsaan, suku, pandangan politik orang tersebut atau bahwa pemenuhan permintaan tersebut akan merugikan kedudukan orang tersebut atas setiap dari alasan-alasan di atas.

Pasal 13
1. Seseorang yang sedang dalam tahanan atau sedang menjalani hukuman dalam wilayah salah satu Negara Pihak yang keberadaannya di Negara Pihak lain dimintakan untuk maksud-maksud identifikasi, kesaksian atau dengan kata lain menyediakan bantuan dalam memperoleh bukti untuk penyelidikan atau penuntutan terhadap kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 dapat dipindahkan jika syarat-syarat berikut ini dipenuhi:
a. Orang tersebut tanpa tekanan memberikan persetujuannya; dan
b. Pejabat-pejabat yang berwenang pada kedua Negara setuju, tunduk pada persyaratan-persyaratan yang dirasakan tepat oleh Negara-negara tersebut.

2. Untuk maksud-maksud dari Pasal ini:
a. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan akan memiliki kewenangan dan kewajiban untuk menahan orang yang dipindahkan tersebut dalam tahanan, kecuali diminta atau diberikan kewenangan oleh Negara dari mana orang tersebut dipindahkan;
b. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan wajib tanpa penundaan melaksanakan kewajibannya untuk mengembalikan orang tersebut ke dalam tahanan dari Negara di mana orang tersebut telah dipindahkan sebagaimana yang telah disetujui sebelumnya, atau sebagaimana dengan cara lain yang disetujui, oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara;
c. Negara tujuan di mana orang tersebut dipindahkan tidak dapat mensyaratkan Negara darimana orang tersebut telah dipindahkan untuk melakukan proses pengadilan ekstradisi bagi pengembalian orang tersebut;
d. Orang yang dipindahkan akan menerima pengurangan hukuman penjara yang dijalani di Negara darimana dia telah dipindahkan atas masa tahanan yang telah dijalani di wilayah di Negara tujuan di mana dia telah dipindahkan.
3. Kecuali Negara Pihak darimana seseorang yang akan dipindahkan sesuai dengan Pasal ini juga menyetujui, orang tersebut, apapun kewarganegaraannya, tidak akan dituntut atau ditahan atau dikenai pembatasan lainnya atas kebebasan pribadinya di dalam wilayah Negara ke mana orang tersebut dipindahkan berkenaan dengan tindakan-tindakan atau hukuman-hukuman di muka hingga keberangkatan orang tersebut dari wilayah Negara orang tersebut telah dipindahkan.


Pasal 14

Setiap orang yang ditahan atau yang berhubungan dengan tindakan-tindakan lain yang dikenakan atau proses pengadilan yang dilaksanakan sesuai dengan Konvensi ini akan dijaminkan perlakuan yang adil, termasuk menikmati semua hak dan jaminan disesuaikan dengan undang-undang Negara di wilayah di mana orang tersebut berada dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku, termasuk hukum hak asasi manusia internasional.

Pasal 15

Negara Pihak wajib bekerja sama dalam melakukan pencegahan kejahatan-kejahatan yang ditetapkan dalam Pasal 2, khususnya;
a. Dengan melakukan upaya-upaya yang dapat diterapkan, termasuk, jika perlu, menyesuaikan peraturan perundangan mereka, untuk mencegah dan menangkal segala persiapan di wilayah masing-masing atas kejahatan-kejahatan di dalam atau di luar wilayah mereka, termasuk upaya-upaya untuk melarang dalam wilayah mereka kegiatan-kegiatan yang melawan hukum dari orang-orang, kelompok atau organisasi-organisasi yang mendorong, menghasut, mengorganisir, dengan sengaja membiayai atau terlibat dalam melakukan kejahatan-kejahatan seperti ditetapkan dalam Pasal 2;
b. Dengan melakukan pertukaran informasi yang akurat dan informasi yang telah teruji kebenarannya sesuai dengan hukum nasionalnya, dan mengkoordinasikan tindakan-tindakan administrasi dan lainya yang perlu untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2;
c. Jika perlu, melalui penelitian dan pengembangan menyangkut metode pendeteksian bahan-bahan peledak dan bahan-bahan berbahaya lain yang dapat menyebabkan kematian atau luka-luka, melakukan konsultasi mengenai perkembangan dari standar bagi penandaan bahan-bahan peledak dengan tujuan untuk mengidentifikasi asalnya dalam penyidikan setelah peledakan, pertukaran informasi mengenai upaya-upaya preventif, kerjasama dan alih teknologi, peralatan dan bahan-bahan lainnya yang terkait.


Pasal 16

Negara Pihak di mana tersangka pelaku kejahatan dituntut, sesuai dengan hukum nasionalnya atau prosedur-prosedur yang berlaku, untuk menyampaikan keputusan akhir dari proses pengadilan tersebut kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan menyampaikan informasi tersebut kepada Negara Pihak lain.

Pasal 17

Negara-negara Pihak wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan yang sejajar dan integritas wilayah Negara-negara dan prinsip tidak melakukan intervensi terhadap masalah dalam negeri Negara-negara lain.

Pasal 18

Tidak ada sesuatu hal dalam Konvensi ini yang memberikan hak kepada suatu Negara Pihak untuk mengambil tindakan dalam wilayah Negara Pihak lainnya untuk menerapkan yurisdiksi atau melaksanakan fungsi-fungsi yang secara khusus dimiliki oleh pejabat berwenang Negara Pihak lain berdasarkan hukum nasionalnya.

Pasal 19
1. Tidak ada sesuatu hal dalam Konvensi ini yang akan mempengaruhi hak-hak, kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab-tanggungjawab lain dari Negara-negara dan individu-individu berdasarkan hukum internasional, khususnya tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum humaniter internasional.
2. Kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata dalam konflik bersenjata, sebagaimana pengaturannya dipahami dalam hukum humaniter internasional, yang diatur oleh hukum tersebut, namun tidak diatur dalam Konvensi ini, dan aktifitas-aktifitas militer yang dilakukan oleh angkatan bersenjata suatu Negara dalam melakukan tugas-tugas resminya, sejauh hal tersebut diatur oleh aturan lain dari hukum internasional, maka tidak diatur oleh Konvensi ini.


Pasal 20
1. Setiap sengketa antara dua atau lebih Negara-negara Pihak mengenai interpretasi atau aplikasi Konvensi ini yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan dalam waktu yang wajar, atas permintaan dari salah satu Negara Pihak, wajib diajukan kepada arbitrase. Jika, dalam waktu enam bulan sejak tanggal permintaan pengajuan ke arbitrase, para pihak tidak dapat bersepakat mengenai struktur arbitrase, salah satu dari negara-negara tersebut dapat mengajukan sengketa kepada Mahkamah Internasional, melalui aplikasi, sesuai dengan Statuta Mahkamah Internasional.
2. Setiap Negara pada saat penandatanganan, pengesahan, penerimaan atau persetujuan Konvensi ini atau aksesi dapat menyatakan bahwa Negara tersebut tidak terikat pada ayat 1 dari Pasal ini. Negara Pihak lain tidak akan terikat oleh ayat 1 terhadap Negara Pihak lain yang telah membuat reservasi dimaksud.
3. Setiap Negara yang telah membuat reservasi sesuai dengan ayat 2 dapat setiap saat menarik kembali reservasi tersebut dengan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Pasal 21
1. Konvensi ini terbuka untuk penandatangan oleh semua Negara dari tanggal 12 Januari 1998 hingga 31 Desember 1999 di Markas Besar Perserikatan Bangsa Bangsa di New York.
2. Konvensi ini berlaku dengan adanya pengesahan, penerimaan atau persetujuan. Instrumen pengesahan, penerimaan atau persetujuan disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Konvensi ini terbuka untuk aksesi oleh setiap Negara. Instrumen aksesi wajib disimpan pada Sekjen PBB.


Pasal 22
1. Konvensi ini akan berlaku pada hari ke tiga puluh sejak tanggal penyimpanan ke- duapuluhdua instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Bagi setiap Negara yang mengesahkan, menerima, menyetujui atau mengaksesi Konvensi ini setelah penyimpanan dari dua puluh dua instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi, Konvensi ini akan mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah penyimpanan instrumen pengesahan, penerimaan, persetujuan atau aksesi oleh Negara tersebut.


Pasal 23
1. Setiap Negara Pihak dapat menarik diri dari Konvensi ini dengan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Penarikan diri akan berlaku efektif satu tahun sejak tanggal pemberitahuan tersebut diterima oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


Pasal 24

Teks salinan-salinan Konvensi ini, yang dalam Bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol adalah sama-sama otentik, akan disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan mengirimkan salinan resminya kepada seluruh Negara.

SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, yang telah dikuasakan untuk itu oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Konvensi ini, terbuka untuk penandatanganan pada Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada tanggal 12 Januari 1998.